Rencana Israel ini mendapat kecaman dari sejumlah organisasi dan tokoh Palestina. Dalam pernyataan yang dikeluarkan, Selasa (26/4), Gerakan Islam Palestina mengatakan bahwa klaim para pemukim pendatang Zionis bahwa mereka terganggu dengan suara adzan yang menggema dari menara masjid-masjid al Quds terutama dari menara masjid al Aqsha adalah "arogansi dan kesewnang-wenangan".
Institusi Zionis dinilai masih saja bertindak layaknya pencuri yang mulai merasa gelisah bahwa pemilik rumah sedang dalam perjalanan kembali pulang ke rumahnya tidak lama lagi. Gerakan Islam menegaskan, adzan adalah salah satu syiar agama yang tidak boleh diabaikan dan tidak pula dikompromikan.
Sementara itu Ketua Dewan Tinggi Islam Palestina, Syaikh Ikrimah Shabri menyebut permintaan Israel itu sebagai bentuk campur tangan otoritas penjajah Zionis terhadap privasi ibadah agama Islam. "Dari sisi agama, adzan merupakan bagian dari kebiasaan. Sangat berkaitan langsung dengan shalat. Tidak boleh ada intervensi di dalam urusan ini," tegas Shabri.
Shabri mengungkapkan bahwa adzan sudah berkumandang keras di kota al Quds dan seluruh Palestina sejak 15 abad yang lalu. "Adzan dikumandangkan keras pertama kami masjid di al Aqsha pada tahun 15 hijriyah atau sekitar tahun 636 M. Yang pertama kali mengumandangkan adalah shahabat Nabi yang mulai, Bilal bin Rabah radhiyallahu 'anhu," terangnya.
Adzan dalam agama Islam, terang Shabri, merupakan ungkapan dzikir kepada Allah Yang Maha Tinggi. Adzan tidak mengganggu seperti yang diklaim kaum radikal Zionis. Sebaliknya, lanjut Shabri, yang mengganggu adalah suara raungan pesawat, desingan peluru dan dentuman bom Israel, serta tindakan Israel yang melarang orang-orang untuk masuk dan shalat di masjid al-Aqsha. (pic/was)