~~~~~~»»»~~~~~
Islam merupakan agama yang sempurna karena selalu memberikan rahmat kepada umat manusia. Salah satu bukti rahmat tersebut yaitu perintah untuk memuliakan tetangga dan tamu, tanpa memandang dari agama dan golongan manapun.
~~~~~~»»»~~~~~
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda yang artinya, ”Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya." (Muttafaqun 'Alaihi)
Al Imam Al Qadhi 'Iyadh mengatakan: "Makna hadits tersebut adalah bahwa barangsiapa yang berupaya untuk menjalankan syari'at Islam, maka wajib bagi dia untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya."
Dalam hadits yang lain disebutkan, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya yaitu jaizah-nya.
Dari keterangan ini sangat jelas bahwa Islam merupakan agama yang terdepan dan paling sempurna dalam memuliakan tamu. Memuliakan tamu merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Allah subhanahu wata’ala lewat lisan Rasul-Nya yang mulia, memberitakan kepada kita bahwa perkara pemuliaan tamu berkaitan dengan kesempurnaan iman seseorang. Sehingga salah satu tanda sempurnanya iman seseorang bisa diketahui dari sikapnya kepada tamu.
Semakin baik ia menyambut dan menjamu tamu, semakin tinggi pula nilai keimanannya kepada Allah. Dan sebaliknya, manakala ia kurang perhatian atau meremehkan tamunya, maka ini pertanda kurang sempurna nilai keimanannya kepada Allah.
Memuliakan tamu juga telah dicontohkan oleh orang-orang shalih sejak jaman dahulu. Misalkan dalam al-Qur’an disebutkan bagaimana cara Nabi Ibrahim menjamu tamunya. Ketika Allah memberitakan kepada Nabi Ibrahim akan kelahiran seorang anak, Ishaq, Allah mengutus para Malaikat untuk menyampaikan kabar gembira tersebut. Allah berfirman:
"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (para Malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam, Ibrahim menjawab: salamun, (kalian) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi yang gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: Silahkan kalian makan…" (Adz Dzariyat: 24-27)
Demikian pula, sikap yang terpuji ini juga ditunjukkan oleh para sahabat Anshar ketika menyambut para sahabat Muhajirin. Ketika sahabat Muhajirin sampai di Madinah, para sahabat Anshar berlomba-lomba untuk menyambut dan menjamu mereka dengan sebaik-baiknya. Bahkan mereka lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin daripada kebutuhan diri mereka sendiri, walaupun sebenarnya mereka sendiri pun sangat membutuhkannya. Sehingga kisah ini Allah abadikan di dalam al-Qur'an
Dari keterangan di atas maka tak salah jika Imam Nawawi berkata: "Menjamu dan memuliakan tamu adalah termasuk adab dalam Islam dan merupakan akhlak para nabi dan orang-orang shalih." (Syarh Shahih Muslim)
Adab Menjamu Tamu
Di antara adab menerima dan menjamu tamu antara lain:
1. Bersegera dalam menyambut dan menjamu tamu
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, beiau bersegera untuk mendatangi keluarganya dan mempersiapkan hidangan untuk menjamu tamunya. Tanpa harus menawari dulu kepada tamunya. Perintah untuk bersegera dalam beramal ini juga merupakan tuntunan Islam. Rasulullah bersabda: "Bersegeralah dalam beramal …" (HR. Muslim)
2. Menjawab salam dengan yang terbaik
Dalam ayat di atas juga terdapat tuntunan dalam menjawab salam, yaitu dengan serupa atau yang lebih baik, sebagaimana firman Allah (artinya): "Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), maka balaslah penghormatan (salam) itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa)." (An Nisa': 86).
3. Menghidangkan kepada tamu dengan hidangan yang paling baik
Ini sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim ketika menghidangkan daging anak sapi yang gemuk kepada para tamunya.
4. Meletakkan hidangan tersebut di dekat tamunya
Nabi Ibrahim meletakkan hidangan tersebut tidak jauh dari tempat para tamunya. Ini tentunya untuk memudahkan tamunya menikmati hidangan tersebut.
5. Menyambut/mengajak bicara dengan bahasa yang sopan dan baik.
Nabi Ibrahim berkata kepada tamunya: ”Keselamatan atas orang-orang yang tidak dikenal”. Beliau tidak mengatakan ”Keselamatan atas kalian, kalian adalah orang-orang yang tidak dikenal”. Ketika menghidangkan makanan Ibrahim berkata,”Silahkan kalian makan”
Beliau tidak mengatakan: ”Makanlah”. Jadi menggunakan lafadz "Silahkan" atau yang semisalnya.
6. Menjaga dan melindungi tamunya dari hal-hal yang bisa memudharatkannya
Ini dilakukan oleh Nabi Luth ketika datang kepadanya para Malaikat yang menjelma sebagai tamu yang sangat tampan wajahnya. Kedatangan tamu-tamu tersebut mengundang fitnah terhadap kaumnya dan mereka hendak berbuat Liwath(homoseks). Menghadapai hal itu Nabi Luth berupaya untuk menjaga dan melindungi tamunya dari kekejian yang hendak dilakukan oleh kaumnya (Lihat
7. Tuan rumah hendaknya berwajah gembira
Ketika tuan rumah sedang mempunyai masalah, hendaknya tidak ditunjukkan kepada tamunya. Jika kekesalan itu tertuju pada tamunya, hendaknya tetap bersikap ramah.Karena berlaku tidak ramah kepada tamu, berlawanan dengan muru`ah (prestise) tuan rumah yang justru harus dijaga.
8. Tidak terburu-buru mengangkat hidangan dari meja tamu sebelum tamu benar-benar memakanannya dan membersihkan tangannya.
9. Tidak memaksa tamu memakan hidangan yang mungkin tidak disukainya, baik karena selera, atau karena terlalu banyak.
10. Jika tamu berpamitan hendaknya tuan rumah mengantar sampai ke luar rumah.
Demikianlah beberapa adab menerima dan menjamu tamu.
Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah melaksanakannya setiap kedatangan tamu di rumah kita.