Do'a

Sabtu, 11 Juni 2011

Twit Salim A Fillah

Do'a 
 Dalam Al Hikam, Ibn 'Athaillah As Sakandari mengisahkan sebuah do’a yang diijabah Allah, tetapi sang pendo’a yang justru tak siap akannya. Seorang ahli 'ibadah ber do’a memohon pada Allah agar dikaruniai 2 potong roti tiap hari tanpa harus bekerja, dan sehingga dengannya, dia dapat dengan tekun beribadah kepada Allah. Dalam bayangannya, jika tak berpayah kerja mengejar dunia, ibadahnya kan lebih terjaga. Maka Allah pun mengabulkan do’a-nya. Dengan cara yang tak terduga. Tiba-tiba dia ditimpa fitnah dahsyat yang membuatnya harus dipenjara.
Allah takdirkan bahwa di penjara dia diransum 2 potong roti; 1 di pagi, 1 di petang. Tanpa bekerja. Diapun luang dan lapang beribadah. Tapi apa yang dilakukan sang 'abid (ahli Ibadah)? Dia sibuk meratapi nasibnya yang terasa nestapa. Masuk penjara begitu menyakitkan dan penuh duka. Dia tak sadar, bahwa masuk penjara adalah bagian dari terkabulnya do’a yang dipanjatkan sepenuh hati. Rasa nestapa menutup keinsyafannya.
Apa pelajaran yang kita ambil dari kisah do’a sang 'Abid ini? Wallaahu a'lam bish shawaab. Pertama: hati-hatilah dalam berdo’a dan meminta. Sungguh boleh meminta apapun, memohon serinci bagaimanapun, dengan ucapan dan bahasa terserah kita. Tapi do’a yang baik tetap ada adabnya. Di antara do’a terbaik telah Allah ajarkan dengan firmanNya, atau tersebut dalam kisah tentang hambaNya yang shalih dalam Al Quran. Do’a terbaik juga telah diajarkan oleh Nabi SAW melalui sabdanya, atau melalui apa yang terkisah dalam perjalanan hidupnya nan mulia. Maka ber do’a dengan apa yang telah mereka tuntunkan adalah lebih utama, mengungguli segala bentuk do’a apapun selainnya.
Pelajaran selanjutnya; Allah lebih tahu dibanding kita tentang apa yang terbaik bagi kita. Maka mintalah yang terbaik dari Allah. Setiap pengabulan do’a selalu diikuti konsekuensinya. Maka jika kita meminta yang terbaik, semoga Allah bimbing juga untuk menghadapinya. Dan karena pengabulan do’a diikuti konsekuensi; meminta 'hasil' biasanya melahirkan kebuntuan; tapi meminta 'sarana' membuka jalan baru. Ber do’a minta karunia yang hiasi jiwa; keimanan, kesabaran berlipat, kemampuan bersyukur dll; lebih indah daripada meminta benda-benda.
Dan kitapun ingat; sebab Allah Maha Tahu; do’a bukanlah cara memberitahuNya akan apa yang kita butuhkan (karena Dia lebih tahu apa yang kita butuhkan, red). Do’a itu bincang mesra padaNya. Maka teruslah berbincang mesra; hingga bukan hanya isi do’anya, melainkan berdo’a itu sendirilah yang menjadi kebutuhan dan deru jiwa kita.
Pelajaran lain dari kisah do’a si 'Abid; seringkali banyak pinta kita telah dikabulNya, tapi kita terhijab darinya. Hijab itu tersebab masih adanya prasangka buruk pada Allah, kurangnya syukur, dan ketidaktepatan do’a yang lahirkan ketaksiapan hadapi paket pengabulannya.
Selamat berdo’a ya Shalih (in/at), do’a dengan sebaik-baik adab, seindah-indah pinta, semesra-mesra suasana, setunduk-tunduk jiwa:) Bincang do’a ini diilhami oleh Gurunda @sholzerotohero, penulis buku ZeroToHero, di perjalanan tadi. Follow beliau ya Shalih (in/at;)

TKP 
Share this Article on :
 

© Copyright DPC PKS Sumbersuko Lumajang 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.