Pahit memang saat kita ditertawai karena dianggap orang aneh bagi mereka yang tak terjamah oleh hidayah-Nya. Saat kebanyakan orang memilih berakrab-akraban dengan wanita di sekitarnya, sedangkan kita memilih untuk menundukkan pandangan. Bagaimana anehnya tindakan itu bagi mereka?
Saat kebanyakan orang memilih untuk berpacaran dengan alasan penjajakan sebelum menikah sedang kita memilih untuk menikah tanpa pacaran. Saat kebanyakan orang memilih untuk menggunakan pakaian ketat membentuk lekukan tubuh sedang kita memilih untuk berpakaian longgar yang dianggap kolot bagi mereka.
Saat kebanyakan orang memilih untuk membanggakan rambut indah mengurainya sedang kita memilih untuk menutupnya dengan jilbab yang berkibar kala tertiup angin. Saat kebanyakan orang sibuk dengan urusannya masing-masing sedang kita memilih untuk sibuk dengan urusan ummat yang tak memberi keuntungan materi untuk kita.
Saat kebanyakan orang diam dan membisu ketika agamanya dihina sedang kita memilih untuk meneriakkan kebenaran yang tak jarang gelar ‘teroris’ ekstrim radikal melekat pada kita. Bagaimana anehnya semua tindakan itu bagi mereka, tdiak jarang mereka menertawai sikap kita. Tidak jarang mereka menjadikan sikap kita sebagai bahan tertawaan.
Betapa seringnya hinaan itu mebuat hati kita perih, betapa sering hinaan itu membuat hati kita menangis. Betapa seringnya hinaan itu mebuat hati kita menjerit, betapa sering hinaan itu membuat hati kita tersayat hingga luka. Pedih dan perih bagaikan mengenggam bara api.
“Akan datang kepada manusia suatu masa, orang yang sabar pada masa itu bagaikan orang yang sedang menggenggam bara api” (HR. Tirmidzi)
Kebaikan yang kita tawarkan kepada mereka seolah menjadi barang usang yang tak berharga, “Seorang manusia yang sehat akalnya akan memahami betapa berharganya berlian walau penuh dengan debu. Mereka yang tidak mengerti betapa berharganya berjalan di atas tali agama Allah, bagaikan binatang yang tidak mengerti akan nilai sebuah berlian. Bukan karena berlian itu berdebu, hanya saja hatinya usang karena tak terjamah oleh iman”
Maka bersyukurlah kita yang selama ini mereka tertawai,
Maka berbahagilah kita yang selama ini mereka hina..
Jika pedih menyayat hati, menagislah dalam sujudmu pada-Nya
Karena cacian dan hinaan mereka adalah syurga bagi kita kawan .
Apa yang kita rasakan saat ini hanyalah bagian kecil dari ujian dalam menggapai keteguhan iman yang sesungguhnya;
‘Apakah manusia menyangka mereka dibiarkan saja untuk berkata “kami telah beriman”. Padahal mereka belum diuji. Kami telah uji orang-orang sebelum mereka, supaya Allah mengetahui siapa yang benar keimanannya dan siapa yang dusta dalam keimanannya”. (QS Al Ankabut: 2-3)
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita istiqomah di jalan-Nya dan kelak memasukkan kita dalam syurgaNya. Allahumma Amin
Oleh : Abdi Dzil Ikram, Makassar