Sudah
sejak Senin, saya mengajak suami untuk mengunjungi lokasi
banjir Paseban di Kencong (Jember, Jawa
Timur). Tapi, suami menolak karena jadwalnya sangat penuh di
kampus. Sampai di rumah selalu jelang Maghrib. Lalu mandi, sholat, dan kemudian
praktek karena pasien sudah mengantri sejak pukul 4 sore. Makan siang dan malam
selalu digabung di malam hari usai semua pasien pulang. Tak ada waktu istirahat
selain tidur sekitar jam 11 malam hingga jelang Subuh. Itu rutinitas harian
yang sulit saya sela bila agenda suami benar-benar tak ada kosongnya.
Alhamdulillah,
Rabu kemarin adalah tanggal merah (25/12). Malam sebelumnya, suami sudah
menjanjikan pada saya bahwa esoknya kami akan mengunjungi lokasi banjir.
Rencana awal, kami akan berangkat sekitar pukul 8 pagi. Namun karena pagi hujan
deras sejak Subuh tanpa henti, suami meminta saya untuk bersabar menunggu hujan
reda untuk bepergian. Hujan di Jember biasanya berlangsung di atas Dhuhur atau Ashar. Tapi pagi kemarin memang diluar
kebiasaan. Saya membayangkan, banjir yang belum surut hingga sore sebelumnya,
tentu akan kembali meninggi pagi kemarin di lokasi banjir.
Sekitar
pukul 9.45, hujan pun reda. N1 dan N2 yang semula tidak mau ikut, tiba-tiba
berubah pikiran. Perlu waktu sekitar 30 menit untuk menunggu N1 dan N2
bersiap-siap. Akhirnya… Meluncurlah saya, suami, N1, N2, dan N3 menuju Paseban,
Kencong, yang medan menuju ke sana sempat membuat perut saya berputar-putar.
Memasuki
Kecamatan Kencong, adzan Dhuhur sudah mengumandang. Saya tidak melihat jam saat
itu. Saya minta kepada suami untuk berhenti di Mesjid dulu agar saya dan anak-anak bisa sholat. Kebetulan saya
dan anak-anak masih memiliki wudhu. Khawatir dengan kondisi lokasi banjir yang
menyulitkan kami untuk sholat dan ke kamar kecil, kemudian suami menghentikan mobil di sebuah Mesjid.
Ah…
Ternyata Mesjid itu milik Muhammadiyah yang berada di lingkungan sebuah sekolah
di daerah Igir-Igir, Cakru. Sebelum turun mobil, suami saya sempat bercerita
bahwa daerah yang kami kunjungi ini adalah basis Muhammadiyah. Boleh dikata,
masyarakat Muhammadiyah di Kabupaten Jember paling banyak berada di wilayah
ini. Makanya, sepanjang jalan kemarin banyak saya lihat plang-plang berlambang
Muhammadiyah.
Memasuki
Mesjid, saya bersama N1 N2 N3 mencari ruangan sholat untuk perempuan. Ternyata
ruangan tersebut juga digunakan sebagai sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an
‘Aisiyah’. Saya dan anak-anak pun sholat. Tak lama berselang, ternyata adzan baru berkumandang di
Mesjid itu. Ya, meski sama-sama berada di satu kecamatan, tetapi antar Mesjid
biasanya ada selisih waktu mengumandangkan adzan.
Belum
hitungan menit, saya melihat sejumlah orang mengerumun memasuki halaman Mesjid.
Saya yang melepas kacamata saat itu tidak bisa melihat jelas siapa mereka. Tak
lama, N2 dan N3 yang sudah selesai sholat kemudian bermain di teras Mesjid,
berlari menghampiri saya di dalam ruangan. “Nda, Abi mau sholat jamaah sama
orang-orang itu. Abi nyuruh Bunda nunggu sebentar.”
Saya
mengiyakan. Sembari menunggu, saya kemudian mengaji sebentar. Hanya 1 lembar
bolak-balik. Setelah mengenakan kacamata, saya kemudian ke kamar kecil. Maklum,
usia kandungan yang semakin bertambah, sudah menyerukan panggilan alam agar
saya segera ke kamar kecil setiap 2-3 jam sekali.
Sholat
berjamah belum selesai. Saya kemudian iseng mengintip ruangan sholat para pria
tersebut. Saya melihat suami saya berada di barisan belakang dengan mengenakan
rompi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Yang lainnya, berseragam coklat dan
ada juga yang berseragam hitam campur oranye. Saya sangat familiar dengan
seragam coklat tersebut.
Masya
Allah… Mereka para relawan dari Pandu Keadilannya Partai Keadilan Sejahtera
(PKS)!!! Saya punya banyak sahabat di luar kota yang menjadi anggota Pandu
Keadilan sehingga saya hafal dengan seragam tersebut.
Saya
kemudian mengambil foto dari belakang. Lalu saya mengamati mereka yang
berseragam hitam campur oranye tersebut. Rasa-rasanya saya juga familiar dengan
seragam tersebut. Saya yakin pernah melihat seragam tersebut. Tapi, saya tidak
ingat seragam tersebut milik institusi apa….
Sholat
berjamaah pun selesai. Saya langsung beringsut ke ruangan perempuan untuk
mengambil tas dan barang-barangnya anak-anak. Keluar dari ruangan, saya melihat
salah satu jamaah yang berseragam hitam campur oranye yang berjalan mengarah
pada saya. Saya dapat melihat tulisan di bagian depan seragamnya.
Masya
Allah…. Mereka ini santri dari Ma’had Tahfidz Qur’an (MTQ) yang pernah menjadi
tuan rumah penyelenggaraan Sosialisasi Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) di mana saya hadir sebagai salah satu narasumber. Saya yang saat
ini juga semakin intens berinteraksi dengan Ma’had tersebut ternyata baru sadar
bahwa hitam oranye adalah seragam milik Ma’had ini…
Allahu akbar!!!
Mereka
yang menjadi relawan korban banjir di Paseban Kencong ini tetap melayani
masyarakat dan tidak abai dengan waktu sholat. Saya ‘merinding’ karena merasa
malu mengingat kerap kali menunda sholat meski adzan sudah lama berkumandang
karena pekerjaan atau hal lainnya yang membuat saya memberi toleransi untuk
menundanya.
Di
dalam mobil, saya bilang ke suami, “Kayaknya di dekat-dekat sini ada Poskonya Relawan PKS deh…”.
Ternyata
benar…
Berjarak
kurang dari 1 kilometer, para relawan yang berjalan kaki ini menuju sebuah
rumah yang di halamannya terdapat banner berlambang PKS. “Barang-barang
diturunkan di sini saja ya. Titipkan ke mereka untuk mendistribusikan….”, kata
suami saya. “Iya, enggak apa-apa…”jawab saya.
Saya
kemudian ikut turun dan melihat sejumlah relawan berseragam hitam oranye
membantu mengangkat kardus mie instan dan air mineral dari mobil saya. Saya
kemudian mendatangi Ibu-Ibu yang berkumpul di sebuah rumah kecil di samping
rumah besar yang menjadi tempat berkumpulnya para relawan.
Masya
Allah… Tempat ini ternyata Dapur Umumnya para Relawan Pandu Keadilan. Para
ummahat dan gadis muda yang bergabung dalam Santika bergantian memasak dan
membuat nasi bungkus. Sebagian ada yang menimbang sembako…
Hufffhhhhttt…
Hari
ini saya benar-benar ‘terpesona’ dan hanya bisa manggut-manggut bertemu para
relawan di tempat ini. Pengalaman saya yang kerap mengikuti suami dalam
kegiatan sosial bersama BSMI, rasanya saya belum pernah menemukan adanya pondok
pesantren yang sampai mengirimkan santrinya untuk turun ke lapangan untuk
membantu korban bencana alam. Salut untuk Ma’had yang satu ini…
Tentang
mereka para relawan Pandu Keadilan, saya tidak terkejut bila bertemu mereka di
lokasi bencana. Saya tahu mereka selalu hadir terdepan pada situasi-situasi
seperti ini. Sahabat-sahabat saya di luar kota yang juga menjadi anggota Pandu
Keadilan, kerap bercerita dan mengirimkan foto-foto kegiatan mereka. Yang
membuat saya ‘terpesona’ dan manggut-manggut dari mereka kemarin adalah
menyaksikan bahwa mereka tetap tertib sholat tepat waktu dan berjamaah kala
dalam tugas melayani masyarakat korban banjir. Seharusnya saya tidak perlu
kaget karena sebelumnya saya pun sering melihat foto-foto para Pandu Keadilan
yang sholat berjamaah di tengah lapangan, di hutan, di pasir atau di mana saja
ketika mereka bertugas. Tapi, baru kemarin saya menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bagaimana mereka memenuhi panggilan adzan dan kemudian menuju Mesjid
untuk berjamaah ketika menjalankan tugas membantu korban banjir…
Satu
lagi yang membuat saya ‘terpesona’ dan manggut-manggut adalah… Mmm… Bingung
saya menuliskannya… Sudahlah… Semoga kunjungan Pandu Keadilan membantu
masyarakat Kencong di tempat banjir semakin menyatukan ukhuwah bagi
saudara-saudara muslim di Jember, Lumajang, dan daerah lain di Indonesia…
Perlahan,
Posko dan Dapur Umum milik PKS itu pun menghilang dari cermin kaca mobil. Saya
bersama anak-anak pun kemarin melanjutkan perjalanan menuju Balai Desa yang
menjadi Posko Kesehatan untuk menemani suami meninjau stok obat dan para
mahasiswa Kedokteran yang diturunkan untuk menjadi relawan kesehatan dari
korban banjir di Kencong…
Catatan: Jika teman-teman ada yang berkenan berdonasi, sila transfer bantuanny ke Rek BNI Nomor 0261672883 a.n Hizbullah Huda… Atau ke Bank Syariah Mandiri (BSM) Nomor 0810211165 a.n Tamkin Institute… Jangan lupa tulis pesan KORBAN BANJIR KENCONG…
Photo Banjir Kencong (Khairunnisa Musari) |
Oleh Khairunnisa Musari
*sumber:
Kompasiana