 |
Gambar http://pwnudiy.or.id/ |
- Ada
Shalih(in+at) yang bertanya; dalam Diin, dibenarkankah bersikap; beramal
yang berbeda dari ilmu yang difahami; fikih yang diyakini?
- Atau
bagaimanakah kita; jika harus berbeda dengan orang-orang yang kita hormati; cintai dalam perkara penting? Izinkan kami bercerita.
- "Musibah!
Musibah! Inna liLlah wa inna ilaiHi raji'un!", begitu seru sahabat mulia
'Abdullah ibn Mas'ud di 'Arafah pada suatu musim haji.
- "Aku
bersama Nabi, beliau mengqashar. Aku bersama Abu Bakr, dia mengqashar. Aku
bersama 'Umar, dia mengqashar. Dan kini, 'Utsman tidak!"
- Kelak,
kita tahu; Sayyidina 'Utsman RadhiyaLlahu 'Anh punya penjelasan atas sikap
beliau yang tak mengqashar shalat dalam haji tersebut.
- Di waktu
shalat berikutnya, tampak Ibn Mas'ud bermakmum di belakang 'Utsman. Maka beliau
ditanya, "Apakah engkau rujuk dari pendapatmu?"
- "Tidak,
demi Allah", ujar Ibn Mas'ud. "Tetapi perpecahan itu buruk."
Fahaman benar, tepat, indah. Semoga Allah ridha pada mereka semua.
- Kisah
lain; Imam Ahmad ibn Hanbal dalam suatu pendapat menyatakan bahwa orang yang
keluar darah mengalir, maka wudhu'nya dihukumi batal.
- Maka
beliau menjawab, "SubhanaLlah; bagaimana mungkin aku tidak mau shalat di
belakang Imam Malik, Sufyan Ats Tsaury, Imam Al Auza'i?
- Lalu ada
yang bertanya pada beliau RhmhLlh, "Apa kau mau bermakmum di belakang Imam
yang mimisan (keluar darah dari hidung) saat shalat?
- Beliau
menyebutkan nama-nama para 'Alim nan mulia itu; yang mana mereka berpendapat
bahwa keluar darah tidaklah membatalkan shalatnya.
- 'Abdullah
ibn 'Abbas, Zaid ibn Tsabit, RadhiyaLlahu 'Anhuma, juga berbeda pendapat
dalam banyak hal; salah satunya soal waris/faraidh.
- Menurut
Ibn 'Abbas; bagian kakek sama dengan ayah kala tiada. Tak demikian menurut
Zaid. Ibn 'Abbas sampai berkata, "Ana sa-ubahiluh.."
- "Aku
akan bermubahalah dengan dia! Bagaimana mungkin dia bedakan bagian kakek dengan
ayah tapi tetap samakan bagian anak dengan cucu!"
- Tapi
ketika ada kerabat Ibn 'Abbas mengalami persoalan itu; beliau justru undang
Zaid ibn Tsabit, dimintai fatwa untuk menyelesaikannya.
- Saat
Zaid ibn Tsabit pulang, Ibn 'Abbas menuntun keledai Zaid, bermaksud
mengantar beliau hingga ke rumahnya. Zaidpun merasa tak enak.
- "Tak
usah begitu duhai putra Paman RasuluLlah, tak perlu engkau menuntun
keledaiku!" Mendengar hal tersebut, Ibn 'Abbas pun tersenyum.
- "Beginilah
kami diperintahkan", ujar Ibn 'Abbas, "Untuk memuliakan 'ulama
kami." Zaid ibn Tsabit menukas, "Perlihatkanlah tanganmu."
- "..duhai
sepupu RasuluLlah!" Maka Ibn 'Abbas pun menunjukkan tangannya,
segeralah Zaid mencium serta mengecupnya dengan penuh ta'zhim.
- Ibn
'Abbas amat terkejut dan menegur Zaid, "Apa ini wahai sahabat RasuluLlah?
Apa ini wahai penulis Al Quran dan faqihnya kaum Anshar?"
- Maka
Zaid tersenyum, "Demikianlah kami diperintahkan, tuk memuliakan keluarga, ahli bait RasuluLlah ShallaLlahu 'Alaihi wa Sallam."
- Moga
Allah ridhai mereka semua; yang luas ilmunya, dalam fikihnya, lapang dadanya,
jelita akhlaqnya. Moga kita dimampukan meneladaninya.
- WaLlahu
A'lam bish shawab.
إن أريد إلا الإصلاح ما استطعت و ما توفيقي إلا بالله عليه
توكلت و إليه أنيب
Oleh
Salim A Fillah (https://twitter.com/salimafillah)