Kalender Hijriah Pemersatu Umat

Sabtu, 27 Agustus 2011


Idul Fitri besuk sama tidak ya? ada ormas tertentu yang sudah mematok Idul Fitri jatuh pada tanggal 30 Agustus. Bahkan pernah beberapa waktu yang lalu didaerah kami karena terjadi perbedaan hari raya antar tetangga terjadi permusuhan. Kenapa ya bisa terjadi kalender hijriah malah bisa membuat permusuhan diantara kita?
Mari kita niatkan bersama untuk mewujudkan kalender hijriah menjadi kalender pemersatu ummat. Suatu kalender yang mapan yang setara dengan kalender Masehi. Jangan teruskan mengkerdilkan kalender hijriah dalam kotak kelompok-kelompok kecil, sehingga kalender hijriah hanya berlaku untuk ormas tertentu saja, tidak berlaku nasional apalagi global. Untuk menjadi sistem kalender yang mapan tiga syarat harus terpenuhi:
  1. Ada otoritas (penguasa) tunggal yang menetapkannya.
  2. Ada kriteria yang disepakati
  3. Ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).
Kita lakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat nasional, kemudian diperluas menjadi regional, dan akhirnya global. Untuk tingkat nasional kita tinggal selangkah lagi. Otoritas tunggal kita sudah mempunyainya, yaitu pemerintah yang diwakili Menteri Agama. Batas wilayah keberlakukan kita sepakati dulu batas wilayah NKRI. Tinggal satu lagi yang kita upayakan, menyamakan kriteria. Kriteria yang kita tetapkan harus bisa mempertemukan hisab dan rukyat, sehingga aplikasinya senantiasa sejalan dengan kebutuhan ibadah yang bagi sebagian kalangan mensyaratkan adanya rukyatul hilal. Itu mudah, kita gunakan kriteria imkanur rukyat atau visibilitas hilal. Dengan kriteria itu kita bisa menentukan kalender dengan hisab sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan, selama kriterianya belum diubah.
Seandainya, kriteria itu sudah kita sepakati, satu tahapan dapat kita capai: kita akan mempunyai satu kalender hijriah nasional yang baku. Sistem kalender yang berlaku untuk semua ormas dan menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan hari-hari besar Islam. Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha insya Allah akan seragam, karena hasil rukyat pun insya Allah akan sejalan. Sidang isbat, kalau masih diperlukan, hanya untuk menetapkan hasil rukyat dan menetapkan keputusan ketika ada permasalahan dengan hasil rukyat dalam kondisi mendung dengan tetap merujuk pada kriteria hisab-rukyat yang disepakati.
Marilah kita bermimpi untuk kemudian memperluasnya ke tingkat regional dan global. Mungkinkah? Sangat mungkin. Kita perluas otoritasnya menjadi otoritas kolektif regional (misalnya kesepakatan tingkat ASEAN) atau global (misalnya kesepakatan Organisasi Konferensi Islam, OKI) dan kita perluas wilayahnya menjadi wilayah regional atau global. Kalau perlu kriterianya ditinjau lagi untuk mendapatkan kesepakatan di tingkat regional dan global. Yang demikian sederhananya konsep penyatuan kalender hijriah itu, yang terpenting ada keterbukaan untuk mencari kesepakatan.
Lalu bagaimana konsep harinya untuk pemberlakuan secara global? Kita harus sadari, kriteria imkanur rukyat terkait dengan batas tanggal qamariyah (lunar date line) yang senantiasa berubah-ubah. Kita tidak mungkin mendapatkan “satu tanggal satu hari” di seluruh dunia. Jadi kita tidak mungkin untuk mendapatkan, misalnya, hari Arafah 9 Dzulhijjah seragam Senin di seluruh dunia, kecuali bila garis tanggalnya memungkinkan. Peluang terbesar, akan terjadi dua hari untuk tanggal hijriah yang sama. Misalnya di wilayah Barat Senin, tetapi di wilayah Timur Selasa.
Konsep “satu hari satu tanggal” yang dihendaki sebagian orang hanya dapat terjadi kalau terjadi “pemaksaan”. Wilayah yang belum mengalami rukyatul hilal (berdasarkan kriteria imkanur rukyat) dipaksa untuk ikut wilayah yang sudah imkanur rukyat. Artinya, menggeser garis tanggal qamariyah menjadi sama dengan garis tanggal internasional. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah membuat zona-zona tanggal, seperti dilakukan oleh Ilyas dalam gagasan Internasional Islamic Calendar Program auat Odeh dalam program Universal Hijric Calendar. Odeh membagi dunia menjadi Zona Timur (180 BT – 20 BB, Asia, Afrika, dan Eropa) dan zona Barat (20 BB – 180 BB, Benua Amerika). Dengan konsep zona, “pemaksaan” juga terjadi, tetapi dalam lingkup yang lebih terbatas. Saya lebih cenderung untuk menggunakan garis batas tanggal qamariyah dengan sedikit pembelokan menurut wilayatul hukmi.
Berikut ini contohnya:
Kita ambil kasus penentuan Syawal 1432. Bila menggunakan kriteria “beda tinggi bulan-matahari >4 derajat dan jarak bulan-matahari >6,4 derajat”, garis tanggalnya adalah garis yang paling bawah (4 derajat) dan garis pendek (jarak bulan-matahari 6,4 derajat). Itu berarti di wilayah Afrika Tengah dan Selatan serta Amerika Tengah dan Selatan, awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Di wilayah lainnya (termasuk Indonesia dan negara-negara Arab) awal Syawal Jatuh pada 31 Agustus 2011.
Bila menggunakan kriteria Odeh, wilayah yang mulai bisa mengamati hilal pada 29 Agustus dengan menggunakan alat optik (teleskop atau binokuler) adalah wilayah yang berwarna biru. Wilayah berwarna magenta dan hijau menyatakan wilayah yang mungkin bisa melihat hilal dengan mata telanjang. Berdasarkan garis tanggal warna biru, kita bisa simpulkan di Afrika Selatan, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan 1 Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Di wilayah lain, termasuk di Indonesia dan negara-negara Arab 1 Syawal jatuh pada 31 Agustus 2011.
Dengan menggunakan kriteria yang disepakati, kita bisa membuat garis tanggalnya. Berdasarkan garis tanggal itu kita bisa tentukan awal bulan di berbagai negara, dengan menggunakan prinsip wilayatul hukmi. Dengan sistem teknologi informasi yang makin canggih, pembuatan garis tanggal mudah dilakukan dan mudah diakses oleh siapa pun. Kita bisa menghitung untuk sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan dengan mudah.
Share this Article on :
 

© Copyright DPC PKS Sumbersuko Lumajang 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.