Sebagai bingkisan kecil tuk @udayusuf yang kan langsungkan akad
(juga ingatkan Salim sendiri); berikut #RumTang, dimuat ulang dari #MingMal :)
Selalu ada waktu yang harus terluang untuk keluarga, yang tentang
mereka Allah akan pertanyakan kepemimpinan dan bimbingan kita. Seruan mula (awal/pertama-tama)
pada Sang Nabi; “Dan beri ingatlah
keluargamu yang terdekat!” (QS 26: 214), maka hikmah dan nasehat adalah hak
mereka. Allah katakan “Jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka!” (QS 66: 6), maka dihajatkan kebersamaan penuh
makna dan keteladanan.
Anak dan isteri adalah kesenangan hidup di dunia. Maka tugas kita
adalah mengupayakan agar kelak berkumpul jua, bahagia di surga.
Anak dan isteri adalah titipanNya, maka kita harus menjaga, agar kelak
saat dikembalikan, mereka sesuai keadaan awalnya: fithrah
Isteri dan anak adalah karuniaNya. Sudahkah tertunjukkan rasa syukur
atas kehadiran mereka; di lembutnya kata dan syahdunya mesra?
Isteri dan anak: fitnah dan ujian. Dalam membersamai dan menyenangkan;
bergulatlah hasrat dengan keterbatasan; lalu diujilah ketaatan.
Bahagialah suami dan ayah; yang memastikan tiap suapan ke mulut
isteri-anak dan segala yang dikenakan, halal-thayyib
tak meragukan.
Bahagialah suami dan ayah; membimbing isteri dan anak mengulang
hafalan, tadabburi Quran, mengisah penuh cinta sirah Nabi dan sahabat.
Berbahagialah; suami dan ayah yang khusyu’ menangis mendoakan
keselamatan, keberkahan, serta kebaikan anak-isteri dan keturunannya.
Bahagialah suami dan ayah; mengecup dengan doa perlindungan dan cinta
saat isteri-anaknya lelap tidur, jua saat berpamit bepergian.
Berbahagialah suami dan ayah; syukur dan takjubi kemajuan isteri dan anak
dalam berkebaikan, lalu ada peluk, doa, dan hadiah sederhana.
Bahagialah suami dan ayah yang jadi kebanggaan anak-isteri; tapi tak
menumpulkan pengembangan diri mereka dalam hidup berbakti.
Tanggungjawab suami dan ayah demikian agung; seakan saat isteri
dinikahi dan anak dilahirkan, mereka bersabda: Bawa kami ke surga!
Bahwa ada kisah Nuh dengan isteri dan anak nan durhaka, itu penyadar
bahwa suami dan ayah tiada punya kuasa atas jiwa nan dicinta
Bahwa hidayah bukan hak ayah dan suami, hattapun dia seorang Nabi. Yang kita pertanggungjawabkan ikhtiyar kita, bukan hasilnya.
Tapi naiflah ayah dan suami yang berlindung di balik nama agung Nuh
dan Luth, tanpa upaya meluangkan saat berharga untuk keluarga.
Pun para isteri; agunglah mereka dalam juangnya untuk menjadi apa yang
ditaujihkan Al Quran; Shalihat, Qanitat, Hafizhat.
Bagi suami; mereka penggenap separuh agama, penjaga ketaatan, tempat
berlari dari yang haram dan keji menuju yang berkah dan suci.
Maka para isteri itu tahu; untuk siapa mereka berdandan &
mempercantik diri; tersenyum & penuh pemuliaan menyambut kepulangan.
Pada cium tangan takzim & mungkin airmata, bisik mereka mesra,
"Suamiku; kami lebih sabar tuk lapar daripada 'adzab nan besar!"
Bersambung...