Prof Edi : “Ayo Is, kamu kenalan dulu dengan istri
saya!”
Saya : “Sudah kenal kok Pak Edi. Kan sudah pernah
ketemu dulu!”
Prof Edi : “Iya, kenalan lagi. Gak papa. Itu ada Pak
Bupati juga.”
Saya : “Aduuuh, Pak, Jangan. Gak usah lah Pak. Saya
bingung mau ngomong apa”
Pak Edi : “Ya, enggak usah ngomong apa-apa. Kenalan
saja dulu AYOOO!!!”
Ibu Meutia Hatta dan Mbak Khairunnisa/facebook |
Senang? Mmm…
kayaknya istilah yang tepat bukan “senang”, tapi ‘grogi’. Ya dipaksa Pak Edi
bertemu dengan orang nomor satunya Jember tanpa persiapan, kan bingung mesti
ngomong apa. Akhirnya, yang terbersit di kepala dan terucap dibibir sembari
tersenyum sedikit cengengesan kepada
Pak Bupati adalah, “Saya dulu yang pernah mengisi kolom Prespektif di Radar
Jember, Pak”. Hehehe…
Menghadiri
Ratas Wantimpres cukup membuat saya dag
dig dug der. Ibaratnya, saya hanya modal dengkul menghadiri acara tersebut.
Ah, ternayta bu Meutia itu membidangi Pendidikan dan Kebudayaan. Topik yang
diketengahkan dalam Ratas tersebut adalah tentang pembangunan karakter. Saya
jadi teringat segi tiga emas dalam pembentukan karakter anak sebagaimana yang
pernah disampaikan dalam pelatihan smart
parenting yang diselenggarakan Kualita Pendidikan Indonesia (KPI) di SD Al
Ikhlas Lumajang. Yup, pembangunan
karakter anak itu harus berbasis sinergi sekolah dan orang tua serta lingkungan
pendidikan anak.
Menyimak
pandangan dan apresiasi sejumlah elemen yang mewakili institusi perguruan
tinggi, parlemen, maupun birokrat kepada Bu Meutia, saya pun tergerak pula
untuk turut menyampaikan keprihatinan atas minimnya wawasan kebangsaan dari
generasi muda saat ini serta menawarkan solusi bagi institusi yang mereka
geluti, saya mencoba mendekati persoalan dari lingkungan yang paling kecil,
yaitu keluarga. Alhamdulillah saya pernah ikut pelatihan smart parenting.
Saya menjadi
peserta terakhir yang menyampaikan pandangan. Saya sampaikan, saya terinspirasi
dengan pidato Bu Meutia di PBB tentang perempuan. Pak Edi pernah cerita tentang
pidato Bu Meutia, “….if you educate one
man, you educate one person. But, if you educate one woman, you educate one
woman, you educate one generation….” Dari pidato tersebut, saya kemudian
terinspirasi untuk menulis artikel di Kompas
berjudul Satu Perempuan, Satu
Generasi.
Saya
sampaikan, berbekal profesi serabutan saya yang mengajar mahasiswa, anak TK,
Ketua Dharma Wanita (DW), dan pernah juga menjadi Ketua Forum Wali Murid, saya
merasakan kebenaran bahwa betapa peran Ibu begitu besar dalam membangun
karakter putra-putrinya. Saya banyak melihat bagaimana pola pikir dan kegiasaan
Ibu dapat memengaruhi pola pikir dan karakter anak-anaknya.
Dalam
kesempatan tersebut, saya sampaikan bahwa salah satu pendekatan yang bisa
digunakan dalam membangun karakter adalah melalui penguatan keluarga, terutama
peran Ibu. Bukankah Ibu adalah madrasah pertama dan utama untuk buah hatinya?
Sayang, peran Ibu banyak tereduksi dengan perubahan paradigma yang menggiring
wanita untuk lebih bangga menjadi wanita pekerja daripada menjadi Ibu Rumah
Tangga. Tidak bisa dimungkiri, tingginya kebutuhan hidup dan aktualisasi diri
menyebabkan banyak wanita bekerja di luar rumah.
Saya tidak
tahu, aspirasi saya apakah sekedar utopia ataukah memang mungkin untuk
direalisasikan. Saya menitipkan aspirasi kepada Bu Meutia untuk memperhatikan
jam kerja bagi wanita pekerja. Jangan sampai jam kerja menyita bahkan
mengurangi waktu bagi Ibu untuk menemani anak-anaknya belajar dan tidur. Saya
juga mempertanyakan kemungkinan bagi pemerintah untuk mengintervensi media
televisi yang menayangkan tayangan tidak sehat bagi penontongnya. Tayangan
materialisme, konsumerisme, dan hedonisme seharusnya menjadi musuh utama bagi
seluruh Ibu di dunia.
Mmm, saja jadi ingat dengan teman-teman
anak saya di jejaring Fesbuk. Mereka sering kali mengupload foto boyband/boygirl
dari Korea. Ya, para ABG sekarang mengidolakan selebriti asal Korea. Saya
sampai melink kepada sejumlah sahabat
anak saya tentang sebuah survei yang menunjukkan bahwa selebriti Korea itu
paling tinggi angka bunuh dirinya di seluruh dunia. Saya bahkan sampai melink video Dzikir Anak dari youtube milik Sulis yang secara persuasif saya
bilang tidak kalah keren dengan lagu-lagu Korea.
Ketika ngobrol
berdua dengan Pak Edi, saya kembali menanyakan tentang aspirasi tersebut. Pak
Edi bilang, jangan banyak berharap pemerintah akan mengiyakan. Media televisi
pasti sudah ‘membeli’ pemerintah agar membiarkan tayangan-tayangan mereka tidak
diganggu. “Sudahlah, kita ini yang menjadi ujung tombaknya. Kita saja yang
bergerak kemana-mana.”
Di Kampus
Universitas Jember (Unej), peringatan Hari Ibu diselenggarakan 21 Desember
bersamaan dengan peringatan hari ulang tahun DW dan Pengajian Catur Wulan.
Tahun ini, saya akan turut hadir pula dalam peringatan tersebut. Setelah
setahun lebih sejak saya menjadi Ketua DW di Fakultas Kedokteran (FK) Unej,
saya memang tidak pernah menampakkan diri dalam kegiatan DW Universitas.
Barulah di penghujung tahun ini saya akhirnya berkesempatan untuk menghadirinya.
Ya, ada benang
merahnya kan antara Ratas Watimpres dengan Hari Ibu bulan Desember ini? Tentang
pembangunan karakter, baik yang berwawasan kebangsaan maupun yang berakhlakul
karimah, tidak bisa lepas dari peran ibu. Jika kita ingin negara ini menjadi
lebih baik, maka tanggung jawab itu ada
dipundak kita. Jika para Ibu ingin beraktualisasi di luar rumah, tatap boleh
kok. Jangan hentikan langkah kita hanya di dalam rumah. Ibu Rumah Tangga juga
harus berkarya dan bermanfaat untuk masyarakat. Tapi, jangan lupa, kesuksesan
Ibu bukan dilihat dari penerimaan masyarakat atas keberadaan kita. Kesuksesan
Ibu yang hakiki adalah ketika sukses mencetak putra-putrinya untuk menjadi
generasi yang lebih baik daripada kita. Yuk kita jadi Ibu yang keren, yaitu ibu
yang dapat menghantarkan putra-putrinya kelak menjadi generasi yang tidak saja
mencintai ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki iman taqwa serta menjadi
pribadi yang sederhana, rendah hati, dan bermanfaat untuk sesama. Aamiin.
Oleh : Khairunnisa Musar’i (Ketua DW Fakultas
Kedokteran Universitas Jember, seorang ibu rumah tangga dari tiga orang anak)
Sumber : Dibajak dari Radar Jember, edisi cetak 22
Desember 2011