Aku ingin menggambarkan makna jama’ah dengan sangat sederhana. Bukan
dengan dalil-dalil, karena itu sudah sangat banyak dijelaskan para ulama
dan para ustadz. Namun dengan hal-hal praktis yang kita lakukan dalam
kehidupan keseharian. Hal-hal mudah yang bisa kita aplikasikan dalam
kegiatan.
Dalam Skala Personal
Engkau adalah seorang kader dakwah, seorang aktivis. Dalam dirimu
teramat banyak potensi yang Allah berikan, alhamdulillah. Dengan
berbagai potensi itu engkau bisa melakukan banyak hal, teramat sangat
banyak hal. Engkau bisa mengundang banyak orang untuk datang menghadiri
kegiatanmu, engkau bisa mengumpulkan banyak khalayak untuk memenuhi
undanganmu. Engkau bisa menggelar ribuan acara dengan nama dan
potensimu. Engkau bisa mengatakan, “Sendiri saja, aku bisa melakukan
semua ini”.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Yang disebut jama’ah adalah ketika engkau
tidak bekerja sendirian, kendati engkau sendiri mampu melakukan itu.
Yang disebut jama’ah adalah ketika engkau tidak menjalankan semua agenda
dakwah sendirian, kendati engkau sendiri yakin bisa melakukan itu; oleh
karenanya engkau memerlukan kebersamaan untuk mengemban amanah dakwah.
Yang disebut jama’ah adalah ketika engkau menjadi satu bagian yang
utuh dari sebuah kebersamaan, kendati engkau merasa lebih leluasa
bekerja sendirian. Yang disebut jama’ah adalah ketika ada visi jama’i,
ada manhaj, ada khuthuwat, ada baramij, yang kesemuanya merupakan produk
kolektif, bukan produk individu, kendati engkau bisa membuat itu semua
sendirian.
Pada Struktur Ranting
Pada struktur lembaga dakwah di tingkat ranting, aku sangat yakin
bahwa para aktivis yang berada dalamnya memiliki potensi yang luar biasa
hebat. Mereka bisa melakukan sangat banyak aktivitas dakwah di tingkat
ranting. Mereka melakukan koordinasi, konsolidasi juga ekspansi. Mereka
menggelar program dan kegiatan setiap hari. Mereka melakukan berbagai
inovasi dakwah tiada henti.
Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan besar dan mampu menghimpun
sangat banyak kalangan. Pada titik ini, struktur dakwah tingkat ranting
bisa mengatakan, “Kami bisa berjalan sendiri, tanpa perlu struktur
dakwah di tingkat cabang. Toh nyatanya selama ini kami memang telah
berjalan sendiri tanpa didampingi struktur cabang”.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur
ranting selalu berkoordinasi dengan cabang, kendati mereka merasa mampu
melakukan semua kegiatan itu secara mandiri. Yang disebut jama’ah adalah
ketika struktur ranting tidak menjalankan semua agenda dakwah
sendirian, dan merasa tidak memerlukan struktur cabang, kendati memang
mampu menjalankan semuanya sendirian.
Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur ranting menjadi bagian
yang utuh dari struktur cabang, kendati mereka merasa lebih leluasa
bekerja mandiri, tanpa intervensi apapun dari cabang. Yang disebut
jama’ah adalah ketika ada arahan, supervisi, koordinasi, dan konsolidasi
struktur cabang dengan struktur ranting. Ketika ada kebersamaan yang
harmonis antara struktur cabang dengan ranting. Karena sesungguhnya
tidak artinya cabang ketika tidak ada ranting, dan begitu pula
sebaliknya. Inilah yang disebut jama’ah.
Pada Struktur Cabang
Pada struktur lembaga dakwah di tingkat cabang, aku sangat yakin
bahwa para aktivis yang berada dalamnya memiliki potensi yang luar biasa
hebat. Mereka bisa melakukan sangat banyak aktivitas dakwah di tingkat
cabang. Mereka melakukan koordinasi, konsolidasi juga ekspansi. Mereka
menggelar program dan kegiatan setiap hari. Mereka melakukan berbagai
inovasi dakwah tiada henti.
Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan besar dan mampu menghimpun
sangat banyak kalangan. Pada titik ini, struktur dakwah tingkat cabang
bisa mengatakan, “Kami bisa berjalan sendiri, tanpa perlu struktur
dakwah di tingkat daerah. Toh nyatanya selama ini kami memang telah
berjalan sendiri tanpa didampingi struktur daerah”.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur
cabang selalu berkoordinasi dengan pengurus daerah, kendati mereka
merasa mampu melakukan semua kegiatan itu secara mandiri. Yang disebut
jama’ah adalah ketika struktur cabang tidak menjalankan semua agenda
dakwah sendirian, dan merasa tidak memerlukan struktur daerah, kendati
memang mampu menjalankan semuanya sendirian.
Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur cabang menjadi bagian
yang utuh dari struktur daerah, kendati mereka merasa lebih leluasa
bekerja mandiri, tanpa intervensi apapun dari pengurus daerah. Yang
disebut jama’ah adalah ketika ada arahan, supervisi, koordinasi, dan
konsolidasi struktur daerah dengan struktur cabang. Ketika ada
kebersamaan yang harmonis antara struktur daerah dengan cabang. Karena
sesungguhnya tidak artinya daerah ketika tidak ada cabang, dan begitu
pula sebaliknya. Inilah yang disebut jama’ah.
Pada Struktur Daerah
Aku juga sangat yakin, pada struktur lembaga dakwah di tingkat
daerah, para aktivis yang berada dalamnya memiliki potensi yang luar
biasa hebat. Mereka bisa melakukan sangat banyak aktivitas dakwah di
tingkat daerah. Mereka melakukan koordinasi, konsolidasi juga ekspansi.
Mereka menggelar program dan kegiatan setiap hari. Mereka melakukan
berbagai inovasi dakwah tiada henti.
Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan besar dan mampu menghimpun
sangat banyak kalangan. Pada titik ini, struktur dakwah tingkat daerah
bisa mengatakan, “Kami bisa berjalan sendiri, tanpa perlu struktur
dakwah di tingkat wilayah. Toh nyatanya selama ini kami memang telah
berjalan sendiri tanpa didampingi struktur wilayah”.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur
daerah selalu berkoordinasi dengan pengurus wilayah, kendati mereka
merasa mampu melakukan semua kegiatan itu secara mandiri. Yang disebut
jama’ah adalah ketika struktur daerah tidak menjalankan semua agenda
dakwah sendirian, dan merasa tidak memerlukan struktur wilayah, kendati
memang mampu menjalankan semuanya sendirian.
Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur daerah menjadi bagian
yang utuh dari struktur wilayah, kendati mereka merasa lebih leluasa
bekerja mandiri, tanpa intervensi apapun dari pengurus wilayah. Yang
disebut jama’ah adalah ketika ada arahan, supervisi, koordinasi, dan
konsolidasi struktur wilayah dengan struktur daerah. Ketika ada
kebersamaan yang harmonis antara struktur wilayah dengan daerah. Karena
sesungguhnya tidak artinya wilayah ketika tidak ada daerah, dan begitu
pula sebaliknya. Inilah yang disebut jama’ah.
Pada Struktur Wilayah
Aku sangat yakin, pada struktur lembaga dakwah di tingkat wilayah,
para aktivis yang berada dalamnya memiliki potensi yang luar biasa
hebat. Mereka bisa melakukan sangat banyak aktivitas dakwah di tingkat
wilayah. Mereka melakukan koordinasi, konsolidasi juga ekspansi. Mereka
menggelar program dan kegiatan setiap hari. Mereka melakukan berbagai
inovasi dakwah tiada henti.
Mereka menyelenggarakan berbagai kegiatan besar dan mampu menghimpun
sangat banyak kalangan. Pada titik ini, struktur dakwah tingkat wilayah
bisa mengatakan, “Kami bisa berjalan sendiri, tanpa perlu struktur
dakwah di tingkat pusat. Toh nyatanya selama ini kami memang telah
berjalan sendiri tanpa didampingi struktur pusat”.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur
wilayah selalu berkoordinasi dengan pengurus pusat, kendati mereka
merasa mampu melakukan semua kegiatan itu secara mandiri. Yang disebut
jama’ah adalah ketika struktur wilayah tidak menjalankan semua agenda
dakwah sendirian, dan merasa tidak memerlukan struktur pusat, kendati
memang mampu menjalankan semuanya sendirian.
Yang disebut jama’ah adalah ketika struktur wilayah menjadi bagian
yang utuh dari struktur pusat, kendati mereka merasa lebih leluasa
bekerja mandiri, tanpa intervensi apapun dari pengurus pusat. Yang
disebut jama’ah adalah ketika ada arahan, supervisi, koordinasi, dan
konsolidasi struktur pusat dengan struktur wilayah. Ketika ada
kebersamaan yang harmonis antara struktur pusat dengan wilayah. Karena
sesungguhnya tidak artinya pusat ketika tidak ada wilayah, dan begitu
pula sebaliknya. Inilah yang disebut jama’ah.
Inilah Jama’ah
Ya, inilah bangunan jama’ah itu. Ketika semua bagian saling terkait,
saling menyatu, saling menjadi bagian utuh dengan bagian lainnya. Setiap
bagian sama pentingnya, seperti kita memahami bagian manakah yang
penting dari mobil. Roda sama pentingnya dengan kemudi, rem sama
pentingnya dengan gas, oli sama pentingnya dengan bahan bakar. Semua
bagian menjadi pembentuk bangunan utuh dari jama’ah. Jika berkurang satu
bagian, akan berdampak secara sistemik bagi kegiatan dan kehidupan
jama’ah.
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan
satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur
badan akan merasakan panas dan demam” (HR. Muslim).
Semua dari kita memiliki potensi dan kemampuan yang hebat,
alhamdulillah. Namun sehebat apapun potensi itu, menjadi kurang bermakna
ketika tidak diwadahi jama’ah. Engkau mungkin kurang sabar dalam
mengikuti ritme hidup berjama’ah, karena ada aturan, ada panduan, ada
pedoman, ada keputusan yang harus dilakukan. Engkau mungkin merasa bosan
dengan berbagai agenda hidup berjama’ah yang tampak lamban, padahal
engkau bisa melakukan berbagai hal lebih cepat.
Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.
Namun itu bukan jama’ah. Karena jama’ah artinya keterpaduan,
kesatuan, keharmonisan, kebersamaan, kesediaan, kerelaan, empati, dan
keteraturan. Karena jama’ah artinya perencanaan. koordinasi,
konsolidasi, pengaturan, manajemen, komando, pengawasan serta evaluasi.
Karena jama’ah artinya penyatuan hati, perasaan, pikiran, dan kegiatan.
Karena jama’ah artinya kasih sayang, kelembutan, ketegasan, kedisiplinan
dan keserasian.
Karena jama’ah artinya cinta.
nDalem Mertosanan, 6 Januari 2012/http://cahyadi-takariawan.web.id