skip to main |
skip to sidebar
Kronologi Konflik Sampang Versi NU
-Hasil Temuan TPF yg dibentuk PCNU Sampang dan PWNU Jatim-
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU)
Sampang bersama Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama ( PWNU) Jawa Timur
membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) Konflik Nangkernang. TPF tersebut
ditugaskan untuk mengumpulkan fakta, data dan informasi di lapangan baik
dari kalangan Sunni maupun Syiah.
Dalam rilis yang dikirim ke
beritajatim.com, Senin (27/8/2012), Wakil Ketua PCNU Sampang, H Nuruddin
JC menjelaskan bahwa hasil TPF bakal disampaikan kepada PBNU,
pemerintah dan aparat hukum, sehingga hasilnya dapat menjadi referensi
lahirnya sebuah resolusi konflik yang lebih komprehensif. Penyelesaian
secara damai dan penuh kekeluargaaan kan menjadi acuan para ulama
Sampang.
Seperti diberitakan sebelumnya, konflik SARA kembali
pecah di Dusun Nangkernang, desa Karanggayam, Omben, Sampang, Minggu
(26/8). Tercatat dua orang korban meninggal dunia, satu luka parah dan
puluhan lainnya luka ringan dan puluhan rumah terbakar. "Korban luka
selain terkena sabetan clurit juga terkena letusan bom rakitan,"
katanya.
PCNU sejak kemarin tengah mengumpulkan sejumlah data
dan informasi dari lapangan. Data sementara yang berhasil dikumpulkan
oleh PCNU Sampang, bentrok yang kedua kalinya yang memakan korban jiwa
tersebut dipicu oleh letusan bom rakitan mirip ranjau yang sengaja
ditanam disekitar tempat kejadiajn perkara (TKP). Bom yang ditanam di
tanah itu mengenai sejumlah warga yang tidak sengaja menginjak.
Letusannya sangat kuat dan terdengar hingga satu kilometer.
Mendengar ada letusan bom, tanpa dikomando ribuan warga sekitar dan
diantaranya desa terdekat menuju lokasi dengan membawa senjata apa
adanya. Di lokasi sudah ditemukan banyak jatuh korban bom. Bentrok dua
warga itu akhirnya tak terhindarkan. Mereka saling serang dengan senjata
tajam, batu, kayu dan bom molotov.
Diakui, awalnya kelompok
anti syiah berdemo secara damai, tidak membawa senjata tajam. Mereka
meminta bus yang akan membawa anak-anak itu kembali ke rumahnya, mereka
kuatir anak-anak itu sengaja dicuci otaknya menjadi penganut faham
aliran sesat seperti Tajul Muluk yang terbukti bersalah menganut ajaran
sesat. tapi demo damai itu disikapi secara keras oleh kelompok syiah
dengan mengacungkan clurit dan pedang, bahkan kelompok sunni ada yang
terkena bom rakitan.
Melihat situasi seperti itu, kelompok
sunni tersebut tersudut dan mundur ke rumahnya masing-masing, mereka
mengambil benda tajam, kayu dan batu seadanya. Bentrokpun tak bisa
dihindari. Mereka saling serang dengan senjata tajam dan bom rakitan.
Sehingga banyak jatuh korban dari kedua belah pihak. "Jadi tidak benar
yang menyerang hanya satu pihak. Kedua pihak sama sama menyerang. Kami
tidak ingin melindungi siapapun. Itu temuan kami di lapangan" tegasnya.
Karena itu, organisasi Islam terbesar di Sampang tersebut meminta
polisi juga mengusut tuntas kasus tersebut seadil-adilnya termasuk
mengusut perakit dan orang yang menanam bom rakitan mirip ranjau. bom
rakitan itu berdaya ledak luar biasa dengan sifat mematikan. Isinya
bahan kimia dicampur kelereng. Buktinya warga yang terluka akibat bom,
rata-rata terkena serpihan kelereng sedalam 2 cm di paha dan kaki.
"Bayangkan kalau terkena kepala. Berapa korbannya. jelasnya. Kalau
melihat adanya bom rakitan yang ditanam di tanah sepertinya ada yang
mensekenario untuk perang," katanya.
Saat ini, menurut
Nuruddin, yang terpenting adalah menangani para korban di kedua pihak
dan melokalisir konflik agar tidak menyebar ke tempat lain. Sebab
kelompok syiah di Sampang tidak hanya ada di Dusun Nangkernang, tetapi
ada di beberapa desa dan di kota Sampang. Tetapi mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan menghormati kelompok lain yang
jumlahnya lebih banyak.
Menurutnya, hubungan Sunni-Syiah di
Sampang selama ini berjalan damai dan saling menghormati. Warga Sunni
meski mayoritas menghargai setiap perbedaan. "Apalagi warga Syiah yang
notabene sesama muslim, warga non muslim pun bisa hidup tentram di
Sampang kok," ujarnya.
Dikatakan konflik Dusun Nangkernang
Karanggayam dipicu oleh sikap acuh tidak acuh salah satu kelompok yang
merasa bakal banyak yang membela di level nasional jika terjadi konflik.
Mereka merasa hidup sendiri, tanpa menghiraukan warga lain yang resah,
akibat prilaku keagamaan mereka yang dianggap sesat oleh warga sekitar.
"Jangan sampai di negeri ini terjadi tirani minoritas," tegasnya.
Karena itu polisi diminta mengusut konflik tersebut secara tuntas dan mencari akar persoalan yang sebenarnya.
Pasca bentrokan pertama desember tahun lalu, dua kelompok sudah
bersepakat berdamai dengan syarat keluarga Tajul Muluk, angkat kaki dari
desa tersebut, karena keluarga Tajul Muluk dinilai sebagai biang keladi
yang merusak suasana damai warga Dusun Nangkernang yang puluhan tahun
mereka bina. Sepeninggal Tajul Muluk, mereka akhirnya bisa hidup damai,
bahkan mereka melaksanakan salat jumat dan bulan ramadhon yang lalu
mereka melaksanakan tarawih bersama.
Para kiai berharap konflik
berdarah tersebut tidak terulang lagi. Karena itu, para kiai minta
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten setta pihak aparat memberikan
solusi yang terbaik bagi kdua belah pihak. Tidak menyudutkan salah satu
pihak yang bisa memperkeruh suasana. "Mari kita kedepankan dialog. Tidak
mengecam salah satu pihak. Cari solusi yang terbaik. Jangan memciptakan
dendam lanjutan pada anak cucunya," ajaknya.
Dia menambahkan
dalam persoalan hukum PCNU menyeerahkan pada pihak kepolisian. Meski
demikian NU berharap polisi bertindak secara adil dan bijak dengan lebih
mengedepankan dialog untuk perdamain dan menjaga kondisi kondusif di
kabupaten Sampang, apalagi menjelang pelaksanaan Pilkada Sampang pada
Desember mendatang. Selain itu NU akan melakukan advokasi terhadap
warganya yang tidak bersalah dan ikut menjadi korban.