Dua
pekan lalu, saya banyak dikejar wartawan untuk menjawab pertanyaan,”Apakah
benar PKS menerima dana dari Cagub Sulsel Ilham Arif Sirajudin dalam Pilgub
yang baru lalu?” Saya jawab, “Silakan dibuka dan diusut sampai tuntas. Kalau
perlu bongkar praktek ini. Karena perilau partai yang hanya menjual
perahu/kendaraan bagi calon kepala daerah yang ingin maju Pilkada sebenarnya
bertentangan dengan niat awal mendirikan partai utk berjuang. Perilaku ini juga
membuat partai masuk ke dalam lubang jebakan yang mengingkari fungsi dari
partai itu sendiri sebagai wasilah bagi ajang kaderisasi. Alih2 mendukung kader
internal yang berkapasitas, yang bisa jadi tidak memiliki kekuatan finansial,
menjadi dukungan bagi siapa yang membayar.” Pertanyaan lanjutannya mungkin adalah,”Lalu
dari mana partai dapat dana untuk menggerakkan mesin politiknya?”
![]() |
Mardani Ali Sera |
Pertanyaan
ini penting dan wajib dijawab. Karena dari sinilah seringkali perilaku koruptip
seolah mendapat pembenaran. Bahwa untuk menjalankan mesin potik itu mahal.
Memobilisasi kader dan simpatisan itu perlu dana. Mengumpulkan orang peelu
disiapkan makan dan transport-nya. Belum lagi segala atribut dan embel2nya.
Ujung akhirnya adalah pernyataan bahwa demokrasi itu mahal. Demokrasi itu ada
harganya. Tapi betulkah teori ini?
Dalam
pandangan saya, yang menggeluti dunia politik sebagai lanjutan dari pergerakan
menghidupkan kekuatan umat, pandangan bahwa politik dan demokrasi itu mahal
adalah SALAH. Nilai nilai dakwah dan pergerakan erat kaitannya dengan sentuhan
hati, membangun kekuatan umat dan beramal berbasis keikhlasan. Sesuatu menjadi
mahal karena kita tidak memproduksinya, tapi kita membelinya. Pilkada, pemilu
dan demokrasi menjadi MAHAL jika kita kita fokus pada membeli suara, membeli
dukungan dan membeli pengaruh. Tapi semua menjadi MURAH jika kita memproduksi
amal yang memesona, jika kita tulus membangun kekuatan partai berlandaskan amal
khidami (pelayanan) dan kerja2 pemberdayaan. Politik jadi murah jika kita dapat
bersinergi dengan wajihah (lembaga-lembaga) sosial, lembaga pelayanan, lembaga
pemberdayaan, lembaga pendidikan dan lembaga ekoomi umat yang selama ini telah
tekun membangun umat melalui kerja2 prestatif; tanpa berita, tanpa tokoh dan
tanpa pamrih.
Bahkan
kita bisa menjalankan partai berbasis pada prinsip-prinsip dakwah yang membela
kepentingan publik, kepentingan dhuafa, kepentingan bangsa diiringi dengan
perilaku seorang mujahid yang sedang berjuang dalam bingkai kesederhanaan,
komitmen akhlaqul karimah dan menjadi pelayan masyarakat, saya yakin dukungan
masyarakat akan sangat tinggi. Pola hubungan partai dengan masyarakat dan kader
yang merasa satu perjuangan, satu hati, satu rasa dan satu tujuan akan membuat
partai benar2 menjadi wadah perjuangan bagi umat, bagi rakyat dan bagi bangsa.
Jika ini terjadi maka, politik biaya rendah, sumbangan dari publik dan kader
yang tinggi diikuti dengan keterbukan, kejujuran pengelolaan keuangan serta
ketulusan bahwa ini perjuangan bersama niscaya akan menjadi politik dan partai
politik taman yg indah bagi rumah perjuangan kita bersama.
Bulan
lalu dalam perjalanan pulang dari Yogya saya kebetulan duduk berdampingan
dengan Pak Abraham Samad. Kami berdua naik kelas ekonomi. Kita bertukar salam.
Ada yang mengganjal di hati saya, kenapa beliau, yang ketua KPK mau naik
ekonomi. Jawabannya membuat saya tersentuh,” Dekat saja khan.” Artinya pilihan
kelas ekonomi ketimbang bisnis adalah pilihan kesadaran diri. Sama seperti
pilihan beberapa kepala daerah yang lebih memilih menggunakan kendaran Kijang
Innova atau hidup dengan perilaku sederhana. Kisah Jokowi yang kian memesona
publik memberi kesan jelas bahwa, politik bisa jadi sarana memesona publik.
Bahwa parpol mestinya bisa membuat orang menjadi bersemangat dalam menata
negeri.
Bulan
Mei lalu, saya ikut Latihan Gabungan TNI di Jawa Timur. Saat makan malam saya
berdampingan dengan Mantan Kasad FX Sudarmin. Tahu saya dari PKS, beliau
berkata,” Saya pendukung PKS sejak dulu. Tapi sejak kasus korupsi sapi saya
tidak lagi jadi pendukung.” Suara pada pak Sudarmin yang Katolik, militer dan
pendukung PKS di awal menunjukkan bahwa partai Islam yang teguh dengan prinsip
dan berperilaku sederhana, tulus dan prestatif tetap dipercaya oleh semua
golongan.
Jadi
bagaimana cara kita membangun keuangan partai? Tidak bisa dilepaskan dari cara
kita membangun partai. Jika kita jalankan amanah perjuangan partai ini dengan
mengikut manhaj dakwah yang tulus, beramal, bersahaja, tekun dan prestatif maka
sistem keuangan partai akan didukung oleh bukan-cuma-kader tapi juga publik.
Justru publik kini rindu dengan partai yang asketis, partai yang menunjukkan
ciri perjuangan dan partai yang dijalankan dengan tujuan jauh dari ambisi dan
kepentingan pribadi. Bisakah kita laksanakan? Kata Nabi,” Ibda binafsika!” Mari
kita mulai dari diri sendiri. Wallahu a’ lam bishawab.
Sumber: http://t.co/GPHkV3kYqM