Dwi Sulistyorini |
Kenyataan
bahwa Jawa Timur sebagai wilayah dengan kasus HIV/AIDS terbanyak di
Indonesia benar-benar memprihatinkan kader PKS Jatim.
Data yang baru dirilis oleh Direktur Pengendalian Penyakit
Menular Langsung (PPML), Kementrian Kesehatan RI, menyebutkan di Jawa
Timur Hingga bulan September 2011, tercatat ada 4.318 kasus AIDS.
Angka
ini lebih tinggi dibandingkan Papua yang menempati peringkat kedua
dengan 4.005 kasus. Peringkat ketiga ditempati oleh DKI Jakarta dengan
3.998 kasus, disusul Jawa Barat dengan 3.804 kasus. Bali menempati
posisi paling bawah di daftar 5 besar provinsi yang memiliki jumlah
kumulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia dengan 2.331 kasus.
“Kami
terkejut dengan data terbaru ini. Benar-benar membuat miris”, kata Dwi
Sulistyorini, Ketua Bidang Perempuan DPW PKS Jatim. “Hal ini mesti
mendapat perhatian yang lebih serius dari kita semua, terutama Pemprov
Jatim”, lajutnya, di sela Rapat Koordinasi Bidang Perempuan di Kantor
DPW PKS Jatim. Dwi
Sulistyorini lebih lanjut mengatakan, bahwa selain karena perilaku seks
yang tidak sehat, penularan HIV/AIDS juga melalui jarum suntik,
ketidaktepatan penggunaan alat kontrasepsi (kondom) dan sebab-sebab yang
lain. Tapi suka tidak suka harus diakui bahwa perilku seksual
menyimpanglah yang menjadi biang kerok utama persebaran HIV/AIDS di
masyarakat.
“Maka
kalau ingin menganggulangi HIV/AIDS, cara terpenting adalah menyehatkan
dulu perilaku seks masyarakat”, katanya. “Gampangnya, perzinahan yang
semakin terang terangan, kebiasaan gonta ganti pasangan, harus
dihentikan. Kami menyerukan kepada masyarakat untuk kembali memperkuat
kesetiaan pada pasangan masing-masing. Tidak boleh lagi jajan
sembarangan. Hal ini harus terus-menerus dikampanyekan ke masyarakat”,
sambungnya. Lebih
lanjut, mantan Ketua Bidang Perempuan DPD PKS Surabaya ini berharap
Jawa Timur tidak menyusul DKI Jakarta yang jumlah ibu rumah tangga
pengidap HIV/AIDS kasusnya cukup tinggi. Tercatat ada 147 kasus.
Meningkat dibanding tahun lalu. Yang ironis, penularan HIV/AIDS kepada
para ibu rumah tangga tersebut terbesar karena suaminya lebih dulu
mengidap HIV/AIDS dan sebagian lagi karena masih suka jajan di luar,
meski sudah punya istri. “Para suami kini meski lebih sayang sama istri.
Bila memang benar-benar mencintai istrinya, mestinya para suami segera
meninggalkan perilaku seks berisiko tinggi menularkan HIV/AIDS”,
imbuhnya.
Masalah
kesetiaan pada pasangan ini penting dipertimbangkan untuk digencarkan
kampanyenya. Dwi Sulistyorini termasuk yang kurang setuju kampanye
penanggulangan HIV/AIDS yang selama ini sudah dijalankan banyak
kalangan, yang sayangnya berkesan seperti melegalkan free sex, seperti
aksi bagi-bagi kondom dan sebagainya. “Kampanye seperti itu tentu saja
ada baiknya. Tapi bila tidak tepat porsinya, justru akan dinggap
melegalkan perzinahan dan pada gilirannya malah akan menumbuhsuburkan
perilaku seks menyimpang. Padahal inilah biang kerok melebarnya
penyebaran HIV/AIDS”, pungkasnya.